header Quarter Miles Journal

Hari Kusta Sedunia : Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya!

1 comment
Konten [Tampil]
kusta


Tanggal 26 Januari 2022 lalu, aku menghabiskan kamis pagiku, memperingati Hari Kusta Sedunia (HKS) bersama member 1minggu1cerita melalui talkshow di Ruang Publik KBR dengan narasumber dr Astri Ferdiana (Technical Advisor NLR Indonesia) dan Bapak Al Qadri (Orang yang Pernah Mengalami Kusta/ Wakil Ketua Perhimpunan Mandiri Kusta Nasional).

Beberapa kali aku mengikuti talkshow terkait kusta, aku selalu mendapat cerita dan insight yang berbeda, hal itu membuatku lebih terbuka terkait penyakit kusta. Bahwa banyak di luar sana, yang berjuang mengalami diskriminasi terkait kusta. Ya, banyak penyintas kusta yang mengalami diskriminasi karena masih banyaknya masyarakat di Indonesia yang memiliki stigma bahwa penyakit kusta adalah penyakit kutukan yang menular.

Di Indonesia sendiri, penemuan kasus baru kusta cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir, yakni ada sekitar 16.000 - 18.000 orang. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus kusta tertinggi ketiga di dunia. Ketidaktahuan masyarakat tentang gejala kusta membuat mereka abai dan kurang waspada. Terlebih dengan stigma yang terus ada tentang penyakit ini, menyebabkan banyak orang dengan gejala kusta menjadi enggan memeriksakan dirinya. Akibatnya penularan kusta terus terjadi dan kasus disabilitas kusta masih tinggi.

Talkshow kali ini bertajuk Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya! Tema ini sejalan dengan tema Hari Kusta yang diangkat di tahun ini yaitu Mari bersama Hapus stigma dan diskriminasi kusta! Sebenarnya, sejauh mana stigma dapat berdampak pada kehidupan orang dengan kusta? Bagaimana pengalaman pribadi yang pernah dirasakan orang dengan kusta (OYPMK) mengenai stigma yang ada? Seberapa besar pengaruhnya hal ini terhadap upaya penanggulangan kusta di Indonesia?

Hari Kusta Sedunia : Tolak Stigmanya, Bukan Orangnya!

Mendengar kisah Bapak Al Qadri tentang pengalaman pribadinya saat menghadapi diskriminasi, ada perasaan sakit yang terasa di hati ketika ikut membayangkan bagaimana jadinya seorang anak 6 tahun harus merasa terdiskriminasi karena penyakit yang dialaminya?

“Sakit kusta tidak seberapa, tapi sakit karena diskriminasinya sangat sangat terasa!” – pak Al Qadri

Ya, Pak Al Qadri terkena kusta saat usianya masih 6 tahun. Saat itu, Beliau baru mulai masuk Sekolah Dasar. Ditandai adanya bercak mati rasa pada area lutut. Bahkan saat temannya mencubit area bercak hingga berdarah, Beliau tidak merasakan apapun.

Sampai akhirnya, salah satu Wali siswa mengetahui bahwa itu adalah tanda kusta. Khawatir menular, wali siswa tersebut melaporkan kondisi Pak Qadri kepada kepala sekolah dan mengusulkan agar Beliau tidak diikutkan sekolah lagi. Kepala Sekolah Beliau pun, meminta kepada orang tua Pak Qadri agar Beliau tidak ke sekolah lagi dengan alasan Beliau belum cukup umur.

Banyaknya orang-orang yang mengetahui bahwa Beliau terkena kusta, menyebabkan Beliau mendapatkan perlakuan yang berbeda. Mulai adanya diskriminasi. Tidak hanya terhadap Pak Qadri, akan tetapi keluarganya punikut terdiskriminasi. Keadaan tersebut membuat Beliau, dan keluarganya kesulitan karena adanya pembatasan berinteraksi. Bahkan ketika ada keluarganya yang datang berkunjung, Beliau harus dijauhkan dari kerumunan orang-orang karena khawatir menularkan pada orang lain.

Bisa dibayangkan betapa sulit dan sakitnya Beliau saat itu, dengan usianya yang masih berumur 6 tahun. Terdiskriminasi, sulit bergaul dengan teman-teman sebayanya. Bahkan beliau tidak bisa ke sekolah karena kekhawatiran orang-orang di sekitarnya terhadap kusta.

Sulit Menemukan Obat untuk Kusta

Sejak terdiagnosa terkena kusta, Pak Qadri belum mendapat pengobatan. Meski begitu orang tua Beliau terus menccari pengobatan baik secara medis maupun melalui obat tradisional. Namun, pada tahun 70an sangat sulit menemukan obat.

Orangtua Beliau mendatangi pusat layanan kesehatan, baik puskesmas atau rumah sakit. Sampai pada tahun 1989 kondisi Beliau sudah sangat buruk dan Beliau mengalami kecacatan pada tubuhnya. Kondisi Beliau itulah, menyebar informasi lebih luas lagi.

Sampai akhirnya, ada OPYMK yang mendengar informasi tersebut dan mendatangi rumahnya. OPYMK tersebut,meminta pada orangtua Beliau agar Beliau bisa di bawa ke rumahnya untuk berobat.

Lalu seberapa bahaya kah kusta itu? Benarkah kusta adalah penyakit kutukan yang menular? Simak yuk, di tanda dan cara mencegah kusta.  











Manda Dea
I live my life a quarter mile at a time

Related Posts

1 comment

  1. Bersyukur skr ini info ttg kusta sudah banyaaak dan lengkap ya mba. Aku jujurnya zaman msh kecil, THN 90an, taunya kalo kusta penyakit kutukan, dan sangaaaat menular. Jadi takut kalo ngeliat orang yg kulitnya bebercak. Padahal blm tentu kusta.

    Padahal kenyataan kusta memang menular tapi ga semudah itu juga. Semoga ya mba, informasi yg benar ttg kusta ini semakin menyebar hingga orang2 ga berpandangan jelek lagi ke penderita kusta

    ReplyDelete

Post a Comment